JANGAN LUPA FOLLOW BLOG SAYA UNTUK SELALU MENDAPATKAN UPDATE TENTANG ILMU-ILMU PENGETAHUAN UNTUK BAHAN REFRENSI ANDATERIMA KASIH TELAH BERKUNJUNG DI BLOG INI

Kamis, 07 Mei 2015

Penyebab Kurs Mata Uang Rupiah Terhadap Mata Unag Asing Tidak Stabil pergerakannya

Pentingnya peranan kurs mata uang baik bagi negara maju maupun negara sedang berkembang, mendorong dilakukannya berbagai upaya untuk menjaga posisi kurs mata uang suatu negara berada dalam keadaan yang relatif stabil. Stabilitas kurs mata uang juga dipengaruhi oleh sistem kurs yang dianut oleh suatu negara. Suatu negara yang menganut sistem kurs tetap (fixed exchange rate system), harus secara aktif melakukan intervensi pasar agar kurs mata uangnya berada pada tingkat yang diinginkan.

Sedangkan suatu negara yang menganut sistem kurs mengambang (floating exchange rate system), kurs mata uang sepenuhnya diserahkan pada kekuatan permintaan dan penawaran valuta asing. Namun pada kenyataannya tidak satu negara pun yang tidak melakukan campur tangan dalam menentukan kestabilan kurs mata uangnya. Fenomena yang kerap kali terjadi berhubungan dengan kurs mata uang yaitu fluktuasi nilai mata uang yang tidak menentu.

Amerika Serikat dipandang sebagai negara maju dengan Dollar Amerika (USD) sebagai mata uangnya yang merupakan mata uang acuan bagi sebagian besar negara sedang berkembang. Peranan USD menjadi sangat penting sebab aktivitas perdagangan internasional dilakukan oleh sebagian besar negara sedang berkembang dengan menggunakan mata uang USD.

Indonesia yang merupakan partner aktivitas perdagangan dengan Amerika Serikat, secara otomatis menilai kegiatan perdagangannya dengan mata uang USD. Jika kurs Rupiah (IDR) terhadap Dollar Amerika (USD) tidak stabil, akan cenderung mengganggu aktivitas perdagangan sebab dapat menimbulkan kerugian ekonomi karena kegiatan perdagangannya dinilai dengan mata uang Dollar Amerika (USD). Oleh karena itu, fenomena fluktuasi kurs memerlukan penanganan serius karena akan berpengaruh pada performa aktivitas ekonomi suatu negara yang turut mempengaruhi kondisi perekonomian di negara tersebut. Indonesia sebagai negara dengan perekonomian kecil terbuka telah mengalami beberapa penggantian sistem kurs seiring dengan penggantian periode kepemimpinan negara Republik Indonesia.

Perubahan sistem kurs di Indonesia dikarenakan oleh pemerintah yang menetapkan kebijakan pemberlakuan sistem kurs yang disesuaikan dengan kondisi keadaan makroekonomi Indonesia. Kebijakan sistem kurs di Indonesia diawali sejak periode perjuangan kemerdekaan (1945 – 1956) dengan menetapkan sistem kurs tetap (fixed exchange rate system) disertai berbagai deregulasi bahkan pemerintah cenderung melakukan devaluasi kurs IDR terhadap USD, serta memberlakukan sistem kurs mengambang terkendali (floating exchange rate system) untuk menunjang kegiatan ekonomi tertentu. Pada bulan April 1978 dilakukan penggantian sistem kurs tetap (fixed exchange rate system) menjadi sistem kurs mengambang terkendali (managed floating exchange rate system), sehingga menyebabkan cadangan devisa yang diperoleh dari hasil ekspor dapat diperdagangkan dengan bebas dan menunjukkan fleksibilitas kurs Rupiah (IDR) terhadap Dollar Amerika (USD). Pada tanggal 17 Agustus 1997, pemerintah memutuskan untuk mengganti sistem kurs mengambang terkendali (managed floating exchange rate system) menjadi sistem kurs mengambang bebas (free floating exchange rate system).

Pergantian penerapan sistem nilai tukar ini memberi pengaruh besar terhadap kebijakan makro ekonomi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter di Indonesia. Perubahan mendasar tersebut yaitu pada pelepasan rentang intervensi (band) sebagai acuan atas pergerakan nilai tukar. Hal ini berarti pergerakan nilai tukar Rupiah (IDR) sepenuhnya ditentukan oleh interaksi permintaan dan penawaran valuta asing di pasar valas. Melemahnya nilai tukar mata uang Rupiah (IDR) terhadap Dollar Amerika (USD) menandakan lemahnya kondisi untuk melakukan transaksi luar negeri baik itu untuk ekspor-impor maupun pembayaran hutang luar negeri. Terdepresiasinya nilai tukar mata uang Rupiah (IDR) menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi goyah dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap mata uang domestik. Pergerakan nilai tukar mata uang Rupiah (IDR) terhadap Dollar Amerika (USD) semenjak peberlakuan sistem kurs mengambang bebas (free floating exchange rate system) pada pertengahan tahun 1997 kurs mengalami keterpurukan akibat krisis moneter yang mengakibatkan jatuhnya nilai mata uang domestik secara tajam.

Sejak diberlakukannya kebijakan sistem kurs mengambang bebas (free floating exchange rate) sejak 14 Agustus 1997, tampak bahwa nilai Rupiah (IDR) terus mengalami depresiasi hingga mencapai nilai terendahnya pada bulan Juni 1998 yaitu sebesar Rp.14.900,00 per Dollar Amerika (USD). Kondisi perekonomian Indonesia pada periode 1990-an secara umum memperlihatkan pertumbuhan yang cenderung tinggi dimana fundamental ekonomi Indonesia sempat dipandang cukup kuat oleh Bank Dunia (World Bank).

Fundamental ekonomi yang kuat adalah pertumbuhan ekonomi yang tinggi, laju inflasi yang terkendali, tingkat pengangguran relatif rendah, neraca pembayaran secara keseluruhan masih surplus meskipun defisit neraca berjalan cenderung membesar namun jumlahnya masih terkendali, cadangan devisa masih cukup besar, dan realisasi anggaran pemerintah masih menunjukkan sedikit surplus.

Pertumbuhan yang tinggi tersebut antara lain didorong oleh boom investasi dan konsumsi, khususnya yang dilakukan oleh swasta (World Bank, 1998). Penerapan sistem ekonomi terbuka yang dianut oleh Indonesia membawa konsekuensi logis berupa interaksi ekonomi antara Indonesia dengan negara lain. Berkaitan dengan masalah interaksi ekonomi, keterkaitan tadi memunculkan bentuk interaksi khusus berupa nilai tukar yang berfungsi sebagai penghubung kegiatan ekonomi antar negara, sehingga perilaku nilai tukar Rupiah (IDR) terhadap mata uang asing, 

Khususnya Dollar Amerika (USD), dalam pemberlakuan sistem kurs mengambang bebas (free floating exchange rate system) dengan mengacu pada penerapan pendekatan versi harga kaku Keynesian di Indonesia merupakan latar belakang yang menarik untuk diteliti. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997/1998 dan krisis finansial global pada tahun 2007/2008 turut andil dalam menentukan posisi kekuatan nilai tukar Rupiah (IDR) terhadap berbagai mata uang valuta asing. Sesuai dengan latar belakang masalah diatas, fluktuasi nilai tukar Rupiah (IDR) yang sangat besar dapat diterangkan oleh teori perkembangan kurs dengan pendekatan model moneter Keynesian versi harga kaku (Keynesian sticky price version monetary model) karena adanya anggapan jumlah uang beredar yang endogen.

Pemilihan model moneter Keynesian versi harga kaku didasarkan atas pertimbangan akibat adanya kritik terhadap anggapan adanya fleksibilitas harga dalam versi harga fleksibel. Keseimbangan nilai tukar jangka pendek seringkali terdeviasi dari keseimbangan dari keseimbangan nilai tukar jangka panjang yang sangat fluktuatif (volatile) sehingga asumsi paritas daya beli (PPP) tidak berlaku dalam jangka pendek. Perbedaan nilai tukar akan mencerminkan perbedaan tingkat inflasi, jika pasritas daya beli berlaku maka nilai tukar riil akan konstan sehingga fluktuasi nilai tukar akan mencerminkan deviasi dari paritas daya beli. Dengan demikian pengaruh shock atas nilai tukar akan semakin mengecil dan akhirnya kembali pada tingkat keseimbanganya.

Berbagai bukti empiris telah mendukung pendekatan Keynesian dalam menjelaskan pergerakan nilai tukar, namun tidak selalu mendukung dalil paritas daya beli. Implikasinya model yang digunakan untuk menjelaskan perilaklu nilai tukar harus bersifat dinamis. Perubahan perilaku kurs Rupiah (IDR) terhadap Dollar Amerika (USD) banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor-faktor agregat makroekonomi dan faktorfaktor non fundamental seperti faktor risiko suatu negara (country risk) dan faktor kondisi stabilitas politik yang terjadi. Beberapa faktor agregat makroekonomi yang disinyalir paling berpengaruh diantaranya, yakni jumlah uang beredar, tingkat suku bunga, tingkat indeks harga konsumen dan produk domestik bruto. Jumlah uang beredar sangat erat kaitannya dengan pergerakan nilai kurs, karena posisi jumlah uang beredar akan sangat mempengaruhi performa nilai suatu mata uang domestik dinilai dalam mata uang valuta asing.

Tingkat suku bunga dalam penentuan nilai kurs juga sangat mempengaruhi karena apabila tingkat suku bunga yang berlaku disuatu negara menarik maka akan membuat masyarakat cenderung untuk berinvestasi sehingga menaikkan kekuatan nilai mata uang tersebut terhadap mata uang valuta asing. Indeks harga konsumen juga dikatakan mempengaruhi perubahan pergerakan nilai kurs karena mewakili nilai daya beli yang terjadi disuatu negara tersebut.

Dan produk domestik bruto yang mewakili nilai hasil produksi barang dan jasa yang terjadi disuatu negara tersebut. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah faktor–faktor agregat makroekonomi yang diwakili oleh perbedaan jumlah uang beredar antara Indonesia dengan Amerika Serikat, perbedaan produk domestik bruto antara Indonesia dengan Amerika Serikat, perbedaan tingkat suku bunga antara Indonesia dengan Amerika Serikat dan perbedaan indeks harga konsumen antara Indonesia dengan Amerika Serikat, mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar dalam negeri selama periode pelepasan band intervensi oleh Bank Indonesia yakni selama penerapan sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate system).

Apa saja yang menjadi penyebab masing-masing variabel tersebut berpengaruh terhadap perubahan perilaku kurs Rupiah (IDR) terhadap Dollar Amerika (USD) selama sistem kurs mengambang bebas (free floating exchange rate system). Setelah mengetahui kontribusi dan implikasi dari masing-masing faktor agregat makroekonomi terhadap nilai tukar dalam negeri, maka dapat menganalisa kesesuaian pendekatan Keynesian versi harga kaku (Keynesian sticky price version) dengan kinerja kebijakan makroekonomi yang telah diterapkan oleh pemerintah Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas, hubungan masing-masing variabel independen (variabel makroekonomi) terhadap kurs Rupiah (IDR) terhadap Dollar Amerika (USD) dapat dijelaskan sebagai berikut :

1 Variabel perbedaan tingkat suku bunga yang didasarkan pada tingkat bunga SBI 1 bulan di         Indonesia dan tingkat bunga US Prime Rate memberikan pengaruh terhadap perilaku kurs Rupiah     (IDR) terhadap Dollar Amerika (USD) pada kurun waktu periode yang berlangsung pada sistem    
kurs mengambang bebas di Indonesia. Kenaikan tingkat bunga di Amerika lebih tinggi
dibandingkan tingkat bunga di Indonesia akan menyebabkan investasi mata uang asing dalam bentuk Dollar Amerika (USD) akan semakin menarik sehingga akan menyebabkan kecenderungan kurs Rupiah (IDR) terhadap mata uang Dollar Amerika (USD) akan terdepresiasi. Sebaliknya, jika tingkat bunga di Indonesia cenderung lebih tinggi dibandingkan tingkat bunga di Amerika, maka akan menyebabkan kurs Rupiah (IDR) mengalami apresiasi terhadap mata uang Dollar Amerika (USD).

2. Variabel perbedaan tingkat harga konsumen yang didasarkan pada indeks harga konsumen baik di Indonesia maupun di Amerika, juga memberikan pengaruh terhadap perilaku kurs Rupiah (IDR) terhadap Dollar Amerika (USD) pada kurun waktu periode yang berlangsung pada sistem kurs mengambang bebas di Indonesia. Apabila tingkat harga di Indonesia cenderung meningkat dan melebihi tingkat harga di Amerika, hal ini akan berakibat terhadap peralihan konsumsi yang dilakukan oleh konsumen domestik. Konsumen domestik cenderung beralih menggunakan barang-barang luar negeri yang dinilai lebih murah. Sehingga mekanisme ini akan menciptakan permintaan terhadap mata uang Dollar Amerika akan meningkat dan menyebabkan kurs Rupiah (IDR) terhadap Dollar Amerika (USD) akan mengalami depresiasi. Sebaliknya, tingkat harga yang relatif lebih rendah di Indonesia dibandingkan di Amerika akan menyebabkan kurs Rupiah (IDR) akan mengalami apresiasi terhadap Dollar Amerika (USD).

3. Variabel perbedaan jumlah uang beredar (M2) antara negara Indonesia dan Amerika, juga memberikan pengaruh terhadap perilaku kurs Rupiah (IDR) terhadap Dollar Amerika (USD) pada kurun waktu periode yang berlangsung pada sistem kurs mengambang bebas di Indonesia. Apabila jumlah uang beredar Rupiah di Indonesia relatif banyak, sedangkan jumlah mata uang Dollar Amerika (USD) yang beredar di Amerika relatif sedikit, maka akan menyebabkan kurs Rupiah (IDR) terdepresiasi terhadap Dollar Amerika (USD). Demikian pula sebaliknya, jika jumlah mata uang Dollar Amerika (USD) yang beredar di Amerika relatif banyak daripada jumlah uang beredar Rupiah di Indonesia, maka kurs Rupiah (IDR) akan terapresiasi terhadap Dollar Amerika (USD).

4. Variabel perbedaaan produk domestik bruto, juga memberikan pengaruh terhadap perilaku kurs Rupiah (IDR) terhadap Dollar Amerika (USD) pada kurun waktu periode yang berlangsung pada sistem kurs mengambang bebas di Indonesia. Perubahan pada tingkat produk domestik bruto akan mempengaruhi perilaku kurs mata uang suatu negara ke arah apresiasi atau depresiasi. Apabila jumlah produk domestik bruto Amerika lebih besar dibandingkan produk domestik bruto Indonesia, maka akan menyebabkan kurs Rupiah (IDR) mengalami depresiasi terhadap Dollar Amerika (USD). Sebaliknya, jika produk domestik bruto Indonesia lebih besar dibandingkan produk domestik bruto Amerika, maka akan menyebabkan kurs Rupiah (IDR) mengalami apresiasi terhadap Dollar Amerika (USD).

Atau dari semua uraian diatas dapa diambil kesimpulan bahwa:
Ada enam langkah kebijakan jangka pendek di bidang moneter yang dilakukan BI untuk mengatasi melemahnya nilai tukar rupiah yaitu:

1. Menaikkan suku bunga BI Rate (penentuan suku bunga bank)
2. Menaikkan suku bunga fasilitas simpanan BI
3. Menyerap likuiditas dengan instrumen fine tune kontraksi (FTK) dengan variabel rate tender. 
    Yaitu, dengan cara melakukan pelelangan, misalnya lelang suku bunga Sertifikat Bank Indonesia       (SBI).

4. Menaikkan suku bunga maksimum penjaminan simpanan baik suku bunga penjaminan simpanan rupiah atau deposito rupiah dan suku bunga penjaminan simpanan valuta asing (valas) atau deposito valas

5. BI menaikkan simpanan wajib perbankan atau giro wajib minimum (GWM) secara bervariasi, sesuai dengan kondisi bank atau berdasarkan loan to deposit ratio (LDR) masing-maing bank. Perinciannya, bank yang rasio penyaluran dana ke kredit atau LDR-nya 90%, tambahan GWMnya nol. Bank dengan LDR sebesar 75%-90% wajib menambah GWM 1%. Bank dengan LDR 60%-75% wajib menambah GWM 2%. Bank dengan LDR 50%-60% wajib menambah GWM 3%. Bank dengan LDR 40%-50% wajib menambah GWM 4%. Sedangkan, bank dengan LDR kurang dari 40% wajib menambah GWM sebesar 5%.

6. BI akan menaikkan imbalan jasa giro atau semacam bunga untuk semua GWM di atas 5%.
Selain itu, BI melaksanakan beberapa langkah lain untuk mendukung enam langkah tadi yaitu :

Ø Menyediakan fasilitas swap bersama BI dalam rangka lindung nilai (hedging).
Ø Melakukan intervensi valas dengan instrumen swap jangka pendek.
Ø Menyempurnakan ketentuan kehati-hatian dalam transaksi devisa. Antara lain, dengan mengatur transaksi margin perdagangan dan penyesuaian ketentuan posisi devisa neto (net open position atau NOP).
Ø BI akan meningkatkan pengawasan intensif terhadap bank atas transaksi valas tanpa dokumen pendukung, termasuk mengenakan sanksi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi turunnya nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika adalah sbb.:
1.    Faktor Dalam Negeri:
·         Dampak inflasi yang cenderung meningkat
·         Dampak negatirf dari tingginya harga minyak terhadap neraca perdagangan migas
·         Sentimen negative dari kelangkaan BBM
·         Kekhawatiran dari dampak tingginya harga minyak terhadap kesinambungan fiscal  
   (fiscal sustainability)
·         Nilai rupaih sudah “undervalued”, karena itu ruang untuk penguatan rupiah cukup
   terbuka
2.      Faktor Luar Negeri
·         Dolar Amerika Serikat menguat terhadap hamper semua mata uang
·          Ekonomi Amerika menguat
·         Tingkat suku bunga Amerika Serikat merambat naik

Sebuah dilema memang kemudian muncul, yaitu kebijakan nilai tukar tidak hanya mencakup masalah stabilitas makro, tetapi juga sangat besar pengaruhnya terhadap insentif ekspor dan impor. Apresiasi nilai tukar akan mengurangi daya saing barang-barang ekspor, dan meningkatkan penetrasi impor. Menurunnya ekspor dan meningkatnya impor dikhawatirkan akan memperburuk neraca perdagangan. Sebagai negara pengutang yang cukup besar Indonesia tentu tidak dapat menanggung defisit neraca pembayaran yang terlalu besar. Berkaitan dengan ini, tiga hal perlu di perhatikan yaitu:

1. Yang menentukan daya saing produk ekspor adalah nilai tukar riil, bukan nilai tukar
    nominal. Dengan membiarkan nilai tukar lebih mengambang, memang besar kemungkinan
    terjadi apresiasi nilai tukar nominal, namun dengan demikian, kontrol moneter menjadi
    lebih efektif dan tingkat inflasi dapat ditekan sehingga apresiasi nilai, tukar riil tidak
    sebesar apresiasi nilai tukar nominal.

2. Menjaga nilai tukar agar barang ekspor tetap kompetitif hanya menunda usaha untuk
    membenahi ekonomi biaya tinggi di sektor riil. Jadi sebetulnya kebijakan depresiasi rupiah
    terus menerus ini adalah bentuk proteksi lain terhadap sektor riil yang kurang efisien.

3. Bagaimana membiayai defisit neraca.berjalan ini. Berkaitan dengan ini sungguh tepat,
    peringatan Dr. Hadi Soesastro (Jakarta Post, 10/4/1996) bahwa pemerintah perlu menjaga
    kredibilitasnya, agar Indonesia tetap dapat menarik modal asing untuk membiayai defisit
    tersebut.

Namun demikian nilai tukar rupiah yang terlalu kuat akan akan mengganggu kinerja ekspor kita, khususnya ekspor non migas. Buat mereka yang punya hutang dalam US Dollar, penguatan Rupiah mungkin sekali merupakan jalan keluar untuk menyelesaikan hutang. Demikian pula kalangan importir yang gembira karena melihat kemungkinan untuk menjual lebih banyak, kalau harga dalam Rupiah menjadi lebih terjangkau. Secara keseluruhan penguatan Rupiah sampai pada batas-batas yang wajar tidak perlu dirisaukan, karena pasar akan menentukan ekuilibrium yang baru.

Di Amerika Serikat sendiri, banyak perusahaan mengeluh kalau US Dollar menjadi kuat, karena mereka merasa sukar untuk bisa mengekspor lebih banyak, apalagi ke negara-negara yang mata uangnya tidak kuat, tetapi kuatnya US Dollar justru membuat modal masuk ke Amerika Serikat, untuk membeli asset-asset yang ada, termasuk pula saham-saham yang ada. Hal yang sebaliknya terjadi di Indonesia, dimana investor asing justru meninggalkan pasar modal pada waktu Rupiah terus menerus melemah, apalagi bersamaan juga terjadi kemrosotan harga saham-saham dalam Rupiah, hal mana membuat investor rugi dua kali. Itu pula yang membuat investor menangguhkan penanaman modal secara langsung, sampai keadaan cukup stabil.

Referensi :

1 komentar:

  1. Halo! Selamat Siang,

    Perkenalkan sebelumnya, saya Elfira, dari Department Kemitraan Instaforex Company.
    Kami ingin menawarkan kerjasama program afiliasi yang memungkinkan Anda mendapatkan $ 15-53 dari setiap lot pasar standar pelanggan Anda.
    Jika Anda tertarik, silahkan hubungi saya dan saya akan memberikan rincian.

    InstaForex memberikan semua mitra dengan peluang berikut:

    - SUB-IB Program - menarik mitra dan mendapatkan komisi dari klien sub IB anda;
    - jangkauan terluas materi promosi;
    - konten gratis untuk situs web Anda;
    - Statistik link referral canggih dalam Kabinet Mitra Anda;
    - website siap pakai bebas untuk kenyamanan Anda;
    - bonus kupon untuk mendorong pedagang;
    - kampanye - "$ 500 Afiliasi Reward!";
    - hadiah untuk mitra: undian dari gadget mobile (iPad, iPhone, Blackberry, atau Samsung Galaxy Tab);
    - berbagai pilihan sistem pembayaran untuk account pengisian dan penarikan dana;
    - dukungan dan pendekatan individu untuk setiap mitra.

    Menjadi afiliasi sekarang dan mendapatkan materi informasi untuk situs web Anda dengan link afiliasi terintegrasi!
    Kami akan senang untuk membangun kerjasama yang saling menguntungkan dengan Anda.
    Terima kasih atas perhatian yang diberikan, jika ada pertanyaan atau sudah melakukan pendaftaran, silahkan hubungi saya kembali.

    Salam,
    Elfira

    Email:
    partners@mail4.instaforex.com

    BalasHapus